sejarah singkat taman nasional kota palu
Taman nasional kota palu merupan sebuah ikon wisata terbaru yang telah di resmikan tahun 2022 tepatnya pada tanggal 19 Desember oleh walikota palu yaitu bapak Hadiyanto. Taman ini berada di antara jalan Hasanudin dan jalan jenderal Sudirman palu Sulawesi Tengah.
Taman nasional kota palu telah ada pada masa kolonial namun baru baru ini direnovasi kembali agar dapat di gunakan dan akan sangat mempercantik kota.
Awal mula taman nasional kota palu adalah. Taman ini dulu merupan sebuah alun alun yang berada di depan rumah kolonial. Dan sekarang dikenal dengan nama gedung juang. Yang di mulai dari Catatan sejarah bundaran taman nasional ini, dimulai dari 1924, saat lokasi ini diproyeksikan oleh Pemerintah Kolonial Belanda di Palu, sebagai alun-alun dari rumah Kontrolir yang dibangun di sisi utaranya. Hal ini terekam pada arsip memori serah terima jabatan Kontrolir Palu, M.C. Voorn tahun 1925.
Kontrolir Palu periode 31 Mei 1924 hingga 9 Desember 1925 ini menulis, sebelum menjadi alun-alun, lokasi ini dipenuhi kaktus. Kaktus menjadi salah satu permasalahan utama dalam pengembangan lahan pemukiman Palu di masa kolonial. Kontrolir Palu periode 11 Oktober 1932 hingga 1935, J.A. Vorstman dalam memorinya bahkan mengutip laporan asisten konsultan pertanian di tahun 1933, tentang dominasi tumbuhan Kaktus di Palu. Hal ini disebutnya sebagai fenomena wabah Kaktus.
Budayawan Sulawesi Tengah (Sulteng) yang juga warga di sekitar lokasi taman, Intje Mawar Lasasi Abdullah mengatakan, pada periode kolonial Belanda, alun-alun ini difungsikan sebagai tempat peringatan hari-hari bersejarah. Alun-alun ini kata dia, ditumbuhi pinus dan dikelilingi bangunan bercorak kolonial.
Kawasan ini menjadi alun-alun rumah Kontrolir Palu dan Gezaghebber Palu, hingga 1942. Pada rentang 1942 hingga 1945 atau pada fase pendudukan Jepang, seiring dengan tidak lagi ditempatinya bangunan rumah Kontrolir oleh Pemerintah Kolonial Belanda, alun-alun inipun kemudian berubah fungsi. Buku Sejarah Revolusi Kemerdekaan Daerah Sulawesi Tengah menyebut, kehadiran Jepang di wilayah Teluk Palu dimulai pada April 1942, saat angkatan laut Jepang dengan kapal penjelajah dan beberapa kapal pemburu torpedo berlabuh di Donggala, untuk rnencari pejabat-pejabat pemerintah kolonial Belanda.
Wilman D. Lumangino dalam Laporan Penelitian Pengembangan Diorama Kaili Tour Dalam Perspektif Sejarah, yang menyebutkan, pada fase pendudukan Jepang, alun-alun di depan rumah Kontrolir digunakan oleh Tentara Jepang sebagai lapangan apel, yang kemudian oleh Jepang diberi nama Lapangan Honbu. Honbu sendiri dalam bahasa Jepang bermakna sebagai markas. Markas tentara Jepang sendiri berada di sekitar lokasi tersebut. Namun mereka tidak menenemukan pasakukan benlanda mereka hanya menemukan raja raja kota palu pada saat itu.
Hingga saat ini ada Revosi yang di buat oleh pemerintah agar dapat mempercantikan keindahan kota palu.